Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PayTren Multi Level Marketing

paytren
HASIL RUMUSAN
FORUM KOMUNIKASI FIQH ONLINE
DI WHATSAPP
Tanggal 25 April 2017

Deskripsi Masalah :
Berikut ini adalah pertanyaan demi pertanyaan yang sering disampaikan oleh calon mitra kepada kami sebagai berikut :

1. Paytren itu apa?
Paytren adalah sebuah bisnis pembayaran yang didirikan oleh Ustadz Yusuf Mansur yang diwadahi oleh PT Veritra Sentosa International (PT. TRENI). Untuk lebih jelasnya silahkan dibuka web resminya =>https://www.treni.co.id/marketing-plan/
Pada intinya paytren adalah menggeser kebiasaan membayar tagihan bulanan di luar (konter, kantor pos, bank dsb) dan menggantinya dengan membayar via HP melalui aplikasi Paytren.

2. Apakah benar PayTren didirikan oleh Ustadz Yusuf Mansur?
Ya benar Paytren didirikan oleh Guru Kita Ustadz Yusuf Mansur. Silahkan cek di manajemen profil silahkan klik => https://www.treni.co.id/profil-manajemen/
“Ustadz kok jual agama.. Gak etis Ustadz kok dagang”. Terus maunya anda ustadz itu kudu dimasjid khan? Prinsip sesat itulah yang menjadi wasilah ummat ini miskin dan lemah. Nabi saja dagang masak Ustadz dilarang dagang?. Dakwah mah tetep, dagang yang menjunjung tinggi nilai kejujuran juga harus. Jadi tidak cuman masalah ibadah kita bersatu tetapi juga ekonomi, sosial, muammalah dsb. Lagian paytren juga untuk ummat kok?

3. Bagaimana dengan legalitasnya?
Legalitas paytren lengkap, baik SIUP, NPWP, APLI dsb. Silahkan lihat disini =>https://www.treni.co.id/legalitas/
Jadi nggak usah kuatir dengan legalitas.
“Saya denger Ustadz pernah dicekal gara-gara Investasi bodong?” Anda baca di media khan? Nah itulah keterlaluannya media, ketika ada berita anda langsung percaya. Bohong itu mah…

4. Ada berapa macam tipe bisnis PayTren yang bisa diikuti?
Mungkin yang dimaksud adalah jenis kemitraan paytren ya?. Ada 2 jenis kemitraan yaitu mitra pengguna dan mitra pebisnis. Mitra pengguna adalah mereka yang tidak hendak berbisnis dan hanya memanfaatkan fasilitas payment dari paytren untuk membayar tagihan bulanan mereka. Jika menjadi mitra pengguna saja maka paket basic sudah cukup. Walaupun tidak berniat untuk berbisnis tetap mitra akan mendapatkan bagian dari cashback transaksi pribadi.
Kemudian ada yang namanya mitra pebisnis yakni mereka yang memang join paytren dengan niat untuk berbisnis dan atau mengembangkan jaringan. Minimal untuk join sebagai mitra pebisnis adalah silver, walaupun join basic pun tidak dilarang. Adapun bisnis di Paytren ada beberapa pilihan yaitu :

  • Membuka loket pembayaran, misalnya membuka loket PLN paytren. Biasanya ini untuk mereka yang tidak bakat ngajak/ rekrut orang. Cara ini sangat cerdas karena prospek (pelanggan) datang sendiri ke loket kita.
  • Membesarkan jaringan. Bagi sobat yang hobbi jaringan apalagi sudah pernah ikutan MLM lain dan memiliki mitra yang banyak maka baik sekali ketika join paytren dan membesarkan jaringannya disini. Semakin besar jaringan maka semakin besar bonus dan cashback transaksi yang akan anda nikmati.
  • Menjadi merchant belanjaqu.com. Anda bisa jualan apa saja disini, entah itu baju, tas, sepatu, sembako, bakso, soto atau apapun juga.
  • Menjadi agency baik mobile atau regional (Stokis). Ini bagi mereka yang mempunyai modal besar. Biasanya balik modal sangat cepat asalkan anda tahu strateginya.

5. Fasilitas pembayaran apa saja yang ditawarkan oleh paytren?
Ada banyak fasilitas pembayaran dan akan terus bertambah. Fasilitas pembayaran tersebut misalnya, Pulsa all operator, Tell in Hongkong, Kartu Halo, Speedy, Telkomvision, Vocher Game, Token Listrik, PLN pasca bayar, Pulsa bolt, Aora TV, Top TV, Indovision, PDAM, Leasing Kendaraan, Tiket Pesawat, Next Kereta Api (KAI), Pembayaran BPJS dan Western Union…. Dan akan terus bertambah dan bertambah lagi fasilitasnya. Berdasarkan yang saya dengar dari motivasi bisnis Ustadz Yusuf Mansur suatu saat akan ada Paytoll, Bank Paytren, PayMall, dan pay-pay lainnya. Keren.. 

TAHAPAN-TAHAPAN DI PAYTREN
1. Kita beli lisensi (Password & ID) berupa aplikasi, melalui sponsor. Dan siapapun yng sudah gabung di Paytren dapat menjadi seponsor. Sebab untuk beli tiket password mitra baru memang melalui aplikasi yang sudah aktif.
2. Setelah kita mendapatkan passwordnya kita dapat bayar listrik, beli pulsa, bayar tagihan, beli tiket dll. Melalui aplikasi tersebut. Baik untuk diri sendiri atau untuk dijual kembali. Seperti jualan pulsa dll.
3. Kita juga dapat menjual lisensi tersebut (kita jadi agenya / mitranya Paytren untuk jualan lisensi). Setiap penjualan lisensi kita dikasih untung / ribhun dari perusahaan Rp. 75.000.
4. Kalau konsumen baru kita tersebut bertransaksi dalam bentuk apapun, baik jualan lisensi atau transaksi pulsa dll. Perusahaan memberi janji sama kita untuk memberi bonus bervariasi mulai 20 - 1000 rupiah. Bahkan lebih dari itu jika lisensi terjual lagi melalui konsumen kita tersebut. Sampai 10 generasi, ini janji perusahaan kepada kita.

Pertimbangan :

  • Sistem di aplikasi Paytren memasukkan semua program, kegiatan, prosentase ujroh/bonus/komisi. Dan prosentase ujroh/bonus/komisi di Paytren itu jika kita teliti jelas/tidak majhul. Sedangkan semua bentuk kegiatan/transaksi di Paytren secara otomatis tersimpan di server. 
  • Sistem di Paytren tidaklah seperti yang dikatakan oleh sebagian orang dimana mengatakan orang yang duluan bergabung itu bonusnya yang akan besar. Sementara yang gabung belakangan bonusnya kecil atau tidak ada. Anda, saya, dan banyak mitra Paytren banyak yang sudah membuktikan hal ini. Di Paytren bonus downline bisa jauh lebih besar daripada upline jika si downline itu memang LEBIH AKTIF daripada upline dan sponsornya.
  • Di Paytren tidak ada unsur paksaan untuk belanja bulanan. Kita tidak perlu menyuruh downline kita untuk belanja agar kita dapat memenuhi target pemasaran. Jika disebut unsur ‘An Taradlin/kerelaan, maka tidak ada paksaan bagi orang untuk gabung di Paytren. Dan tidak ada paksaan bagi membernya untuk mengisi pulsa atau bayar tagihan. Semuanya TERSERAH pada keinginan member, tanpa mengurangi hak-hak member.

Pertanyaan :
Apakah Hukum Paytren tersebut?

Jawaban :
1. Tafsil Tengtang Transaksi Pertama/Login ke Paytren :
a. Membeli ePIN (password & ID ini jenis Lisensi) aplikasi Paytren itu termasuk akad Bai’ (jual beli) & sah, karena termasuk sesuatu yang dapat diuangkan (معاوضة مالية) menurut Ulama’ Mu’ashirin (Syeikh Romdlom al-Buthi, Syeikh Wahbah al-Zuhaili, Syeikh ‘Ala’uddin al-Za’tari, Syeikh Muhammad Utsman Syabir dkk). Sedangkan transaksi/jual beli yang memakai layanan aplikasi software yang ada pada HP/Komputer dan semacamnya itu termasuk  akad Idz’an (عقد الإذعان) menurut Syeikh ‘Alauddin al-Za’tari.
Penjual adalah operator/admin yang menjalankan aplikasi Paytren
Pembeli adalah orang yang daftar melalui aplikasi Paytren

b. Apabila waktu akad Bai’ (membeli ePIN) secara sistem memasukkan akad Ju’alah, maka akadnya tidak sah & haram, karena mengumpulkan dua akad yang esensinya saling bertentangan (akad Bai’ itu harus ma’lum & akad Ju’alah itu kelazimannya majhul).
Ja’il adalah operator/admin Paytren
‘Amil adalah anggota/peserta Paytren yang menjual lisensi/pulsa/token dll

2. Tafsil Tentang Bonus/Komisi :
a. Apabila bonus/komisi tersebut tidak disepakati dalam akad (tanggapan fiqh tentang bonus/komisi), maka boleh, karena hal itu merupakan janji memberi hadiyah atau shodaqoh; dan pihak perusahaan (dalam hal ini operator)  tidak wajib menepati menurut sebagian ulama. Apabila hal tersebut disepakati dalam akat, maka hukumnya boleh dan pihak perusahaan harus menepati.
Orang yang berjanji adalah operator/admin Paytren
Orang yang mendapatkan janji adalah peserta/anggota Paytren

b. Apabila waktu akad Bai’ (membeli ePIN) secara sistem memasukkan akad Ju’alah, maka bonus/komisi tersebut haram & tidak sah.

Referensi :

Transaksi yang memakai layanan aplikasi software itu akad Idz’an


فقه المعاملات المالية المقارن لعلاء الدين زعتري ص17-20
عقود الإذعان
الإذعان في اللغة الخضوع والإنقياد. ومصطلح الإذعان مصطلح قانوني حديث مستمد من الفقه الغربي. والمراد بهذاالصنف من العقود: ماينحصر القبول فيه بمجرد التسليم بمشروع  عقد ذي نظام مقرر يضعه الموجب ولايقبل فيه مناقشة، مثاله: الإشتراك في خدمات الكهرباء والإتصالات ونحوها. حيث جرت العادة أن تفرض مثل تلك الشركات شروطا تمليها على المشترك لايسعه إلا أن يوافق عليها جملة أوتدع الإستفادة من مثل تلك الخدمات. وغالبا ماتكون حاجة المشترك لمثل تلك الخدمات أساسية لايمكنه الإستغناء عنها أو العيش بدونها. وقد اختلفت الأراء حول طبيعة عقود الإذعان. فالبعض يرى أنها عقود حقيقية كسائر العقود التي تتم بالتراضي بين المتعاقدين حيث إن الطرف القابل يدخل فيها برضاه دون جبر أوإلزام وتتحقق فيها المساواة القانونية. ويرى أخرون أنها عبارة عن عقود منفردة تعبر في الواقع عن إرادة طرف واحد يملي إرادته على الطرف الأخر الذي ليس له في هذا العقد غير دور سلبي. ويرى غيرهم أنها أقرب إلى كونها نظاما أو تنظيما لائحيا منه إلى العقود حيث إنها قد استبعدت فيها المناقشة أو المفاوضة بين الطرفين حول الشروط الإلتزامات المفروضات فيها كماأن مبني التعاقد على تساوي الطرفين في حين أنهما ليس على قدم المساواة في عقود الإذعان.
وبنظرة فاحصة متأنية لعقود الإذعان يلاخظ أنها محكومة بخصائص وشروط تميزها عن غيرها من العقود من ضمنها:
أ) تعلق عقد الإذعان بسلع أو منافع يحتاج إليها الناس كافة ولاغنى لهم عنها كحاجتهم إلى الماء والكهرباء والغاز والنقل العام ونحوذلك.
ب) احتكار (أي سيطرة) الموجب لتلك السلع أو المنافع أو المرافق احتكارا قانونيا أو فعليا أو على الأقل سيطرته عليها بشكل يجعل المنافسة فيها محدودة النطاق إن لم تكن منعدمة.
ج) انفراد الطرف الموجب بوضع تفاصيل العقد وشروطه دون أن يكون للطرف الأخر حق في مناقشتها أو إلغاء شيء فيها أو تعديلها.
د) صدور الإيجاب (العرض) موجها إلى الجمهور موحدا في تفاصيله وشروطه وعلى نحو مستمر.
وعادة مايبرم عقد الإذعان بتلاقي وارتباط الإيجاب والقبول الحكميين (التقديريين)، وهما كل مايدل عرفا على تراضي طرفيه وتوافق إرادتيهما على إنشائه وفقاللشروط والتفاصيل التي يعرضها الموجب من غير اشتراط لفظ أو كتابة أو شكل محدد. ونظرا لاحتمال تحكم الطرف المسيطر في الأسعار والشروط التي يمليها في عقود الإذعان وتعسفه الذي يفضي إلى الإضرار بعموم الناس فإنه يجب شرعا خضوع جميع عقود الإذعان لرقابة الدولة ابتداء (أي قبل طرحها للتعامل بها مع الناس) وذلك من أجل إقرار ماهو عادل منها، وتعديل أو إلغاء مافيه ظلم للطرف المذعن وفقالما تقضي به العدالة شرعا. على جميع ماسبق أصدر مجمع الفقه الإسلامي في دورته الرابعة عشرة قرارا طلب فيه (ضمنا) من الحكومات وضع ألية للرقابة على مثل تلك العقود والحد من إيقاع الضرر بعامة الناس. ورأى المؤتمرون في تلك الدورة أن عقود الإذعان تنقسم (في النظر الفقهي) إلى قسمين: أحدهما ماكان الثمن فيه عادلا ولم تتضمن شروطه ظلما للطرف المذعن فهو صحيح شرعا وملزم لطرفيه وليس للدولة أو القضاء حق التدخل في شأنه بأي إلغاء أو تعديل لانتفاء الموجب الشرعي لذلك إذ إن الطرف المسيطر على السلعة أو المنفعة باذل لها غير ممتنع عن بيعها لطالبيها بالثمن الواجب عليه شرعا وهو عوض المثل أو مع غبن يسير باعتباره معفوا عنه شرعا لعسر التحرز عنه في عقود المعاوضات المالية وتعارف الناس على التسامح فيه ولأن مبايعة المضطر ببدل عادل صحيحة باتفاق أهل العلم. والثاني ماانطوى على ظلم للطرف المذعن لأن الثمن فيه غير عادل (أي فيه غبن فاحش) أو تضمن شروطا تعسفية ضارة به، فهذا ممايوجب تدخل الدولة في شأنه ابتداء (قبل طرحه للتعامل به) وذلك بالتسعير الجبري العادل الذي يدفع الظلم والضرر عن الناس المضطرين إلى تلك السلعة أو المنفعة بتخفيض السعر المتغالى فيه إلى ثمن المثل أو بإلغاء أو تعديل الشروط الجائرة بمايحقق العدل بين طرفيه استنادا إلى:
أ- أنه يجب على الدولة شرعا دفع ضرر احتكار فرد أو شركة سلعة أو منفعة ضرورية لعامة الناس عند الإمتناع عن بيعها للعامة بثمن المثل العادل الذي يكفل رعاية الحقين: حق الناس بدفع الضرر عنهم الناشئ عن تعدي المحتكر في الأسعار أو الشروط وحق المحتكر بإعطائه البدل العادل.
ب- أن في هذا التسعير تقديما للمصلحة العامة (وهي مصلحة الناس المضطرين إلى السلع أو المنافع في أن يشتروها بالثمن العادل) على المصلحة الخاصة، (وهي مصلحة المحتكر الظالم بامتناعه عن بيعها لهم إلا بربح فاحش أو شرط جائرة)، إذ إن من الثابت والمقرر في القواعد الفقهية أن (المصلحة العامة مقدمة على المصلحة الخاصة)، وأنه (يتحمل الضرر الخاص لمنع الضرر العام).
وبنظرة فاحصة لمايتعرض له عامة الناس من قبل بعض الشركات الخدمية مثل شركة الإتصالات وشركة الكهرباء وغيرهما من استغلال أذعن العامة له لحاجتهم إليه فإن الدولة مطالبة بالتدخل لردع مثل تلك الشركات عن فرض إرادتها على الناس، وخاصة في ظل محدودية دخل الفرد وثباته مع تغير الظروف وتبدل الأحوال وغلاء المعيشة.

قرارات وتوصيات مجمع الفقه الإسلامي جدة 1 - 162 تجميع جميل أبو سارة - ج 1 / ص 237-239
عقود الإذعان
إن مجلس مجمع الفقه الإسلامي الدولي المنبثق عن منظمة المؤتمر الإسلامي المنعقد في دورته الرابعة عشرة بالدوحة (دولة قطر ) في الفترة من 8 إلى 13 ذو القعدة 1423 هـ الموافق 11-16 كانون الثاني ( يناير ) 2003 م . بعد اطلاعه على البحوث الواردة إلى المجمع بخصوص موضوع ( عقود الإذعان ) وبعد استماعه إلى المناقشات التي دارت حوله
قرر ما يلي :
1ـ عقود الإذعان مصطلح قانوني غربي حديث لاتفاقيات تحكمها الخصائص والشروط الآتية :
أ ـ تعلق العقد بسلع أو منافع يحتاج إليها الناس كافة ولا غنى لهم عنها كالماء والكهرباء والغاز والهاتف والبريد والنقل العام ... إلخ .
ب ـ احتكار - أي : سيطرة - الموجب لتلك السلع أو المنافع أو المرافق احتكارا قانونيا أو فعليا ، أو على الأقل سيطرته عليها بشكل يجعل المنافسة فيها محدودة النطاق .
ج ـ انفراد الطرف الموجب بوضع تفاصيل العقد وشروطه دون أن يكون للطرف الآخر حق في مناقشتها أو إلغاء شيء منها أو تعديله .
د ـ صدور الإيجاب ( العرض ) موجها إلى الجمهور ، موحدا في تفاصيله وشروطه وعلى نحو مستمر .
2ـ يبرم عقد الإذعان بتلاقي وارتباط الإيجاب والقبول الحكميين ( التقديريين ) وهما كل ما يدل عرفا على تراضي طرفيه وتوافق إرادتيهما على إنشائه ، وفقا للشروط والتفاصيل التي يعرضها الموجب ، من غير اشتراط لفظ أو كتابة أو شكل محدد .
3ـ نظرا لاحتمال تحكم الطرف المسيطر في الأسعار والشروط التي يمليها في عقود الإذعان ، وتعسفه الذي يفضي إلى الإضرار بعموم الناس ، فإنه يجب شرعا خضوع جميع عقود الإذعان لرقابة الدولة ابتداء ( أي قبل طرحها للتعامل بها مع الناس ) من أجل إقرار ما هو عادل منها ، وتعديل أو إلغاء ما فيه ظلم بالطرف المذعن ، وفقا لما تقضي به العدالة شرعا .
4 ـ تنقسم عقود الإذعان في النظر الفقهي إلى قسمين :
أحدهما : ما كان الثمن فيه عادلا ، ولم تتضمن شروطه ظلما بالطرف المذعن ، فهو صحيح شرعا ، ملزم لطرفيه، وليس للدولة أو للقضاء حق التدخل في شأنه بأي إلغاء أو تعديل ، لانتفاء الموجب الشرعي لذلك ، إذ الطرف المسيطر للسلعة أو المنفعة باذل لها ، غير ممتنع عن بيعها لطالبها بالثمن الواجب عليه شرعا ، وهو عوض المثل ( أو مع غبن يسير ، باعتباره معفوا عنه شرعا ، لعسر التحرز عنه في عقود المعاوضات المالية ، وتعارف الناس على التسامح فيه ) ولأن مبايعة المضطر ببدل عادل صحيحة باتفاق أهل العلم .
والثاني : ما انطوى على ظلم بالطرف المذعن ، لأن الثمن فيه غير عادل ( أي : فيه غبن فاحش ) أو تضمن شروطا تعسفية ضارة به ، فهذا يجب تدخل الدولة في شأنه ابتداء ( قبل طرحه للتعامل به ) وذلك بالتسعير الجبري العادل ، الذي يدفع الظلم والضرر عن الناس المضطرين إلى تلك السلعة أو المنفعة بتخفيض السعر المتغالى فيه إلى ثمن المثل ، أو بإلغاء أو تعديل الشروط الجائرة ، بما يحقق العدل بين طرفيه ، استنادا إلى :
أ ـ أنه يجب على الدولة ( ولي الأمر ) شرعا دفع ضرر احتكار فرد أو شركة سلعة أو منفعة ضرورية لعامة الناس، عند امتناعه عن بيعها لهم بالثمن العادل ( عوض المثل ) بالتسعير الجبري العادل ، الذي يكفل رعاية الحقين : حق الناس بدفع الضرر عنهم الناشئ عن تعدي المحتكر في الأسعار أو الشروط ، وحق المحتكر بإعطائه البدل العادل .
ب ـ أن في هذا التسعير تقديما للمصلحة العامة ـ وهي مصلحة المضطرين إلى السلع أو المنافع في أن يشتروها بالثمن العادل ـ على المصلحة الخاصة وهي مصلحة المحتكر الظالم بامتناعه عن بيعها لهم إلا بربح فاحش أو شروط جائرة ، إذ من الثابت المقرر في القواعد الفقهية أن : المصلحة العامة مقدمة على المصلحة الخاصة . وأنه يتحمل الضرر الخاص لمنع الضرر العام .
يفرق في الوكالات الحصرية للاستيراد بين ثلاث حالات :
الأولى : أن لا يكون هناك ضرورة أو حاجة عامة أو خاصة بفئة من الناس إلى المنتج الذي تتعلق به الوكالة الحصرية ، نظرا لكونه من السلع أو المنافع الترفيهية التي يمكن الاستغناء عنها ، أو كان هناك ضرورة أو حاجة غير متعينة إليه ، لوجود مثيل أو بديل له متوفر في السوق بسعر عادل ، فإن من حق الوكيل المستورد أن يبيعه بالثمن الذي يتراضى مع المشتري عليه ، وليس للدولة أو للقضاء حق التدخل بالتسعير عليه فيه ، إذ الأصل في صحة العقود التراضي ، وموجبها ما أوجبه العاقدان على أنفسهما به ، ولأن اختصاص صاحب الوكالة بالمنتج واحتكاره له (بالمعنى اللغوي للاحتكار ) جائز شرعا ، حيث إن من حقه بيع ما يملك بالثمن الذي يرضى به ، ولا يتضمن ظلما أو إضرارا بعامة الناس ، ولا يجوز التسعير عليه فيه .
والثانية : أن يكون هناك ضرورة أو حاجة عامة أو خاصة متعينة بمتعلق الوكالة الحصرية ، وأن يكون الوكيل باذلا له بثمن عادل ، لا يتضمن غبنا فاحشا أو تحكما ظالما ، وعندئذ فلا يجوز تدخل الدولة بالتسعير عليه ، لأن اختصاصه واحتكاره المنتج تصرف مشروع في ملكه ، لا ظلم فيه لأحد ، ولا إضرار بالناس المحتاجين إليه ، فلا يتعرض له فيه .
والثالثة : أن يكون هناك ضرورة أو حاجة عامة أو خاصة متعينة بمتعلق الوكالة الحصرية ، والوكيل ممتنع عن بيعه إلا بغبن فاحش أو بشروط جائرة . ففي هذه الحال يجب على الدولة أن تتدخل لرفع الظلم عن المحتاجين إليه بطريق التسعير الجبري على الوكيل . والله تعالى أعلم .

فقه المعاملات المالية المقارن لعلاء الدين زعتري ص12-14
التعاقد بواسطة ألات الاتصال الحديثة:
مع تطور الحياة وتقدم التقنية وتوفر وسائل الاتصالات الألية المباشرة، كان لابد من إيجاد المخرج الشرعي المناسب لإجراء العقود بواسطة ألات الاتصال الحديثة، مثل إجراء العقود عبر الهاتف وإجراء العقود عبر المرسلات الألية كالبرقيات أو بواسطة التلكس أو الفاكس (البريد المصور) أو عبر الشبكة العالية (الإنترنت) مثلا. وقد درس فقهاء العصر هذه المسألة ووصل أعضاء مجمع الفقه الإسلامي بجدة إلى نتيجة مفادها: جواز إجراء العقود بألات الاتصال الحديثة، كون تلك الألات تشبه المرسل سابقا. ثم إن اتحاد المجلس المطلوب في كل عقد لايشترط فيه كون المتعاقدين يضمهما مكان واحد بل يمكن تفسير اتحاد المجلس باتحاد الزمن أو الوقت الذي يكون فيه المتعاقدين مشتغلين بالعقد. ففي المراسلات التجارية يكون مجلس العقد هو زمن وصول الرسالة من الموجب إلى الراغب بالقبول وعليه أن يظهر قبوله وموافقته للإيجاب ليتم العقد صحيحا فإن تأخر القبول إلى المجلس ثان لم ينعقد العقد. وفي الاتصال عبر وسائل الاتصالات الحديثة (الهاتف والبريد المصور) يعد مجلس العقد هو زمن الاتصال عبر هذه الوسائل مادام الكلام مرتبطا ومتعلقا بشأن العقد دون سواه فإن انتقل المتحدثان (المخاطبان) إلى حديث أخر انقطع مجلس العقد ويكون الإلتزام الواجب تنفيذه هو الإتفاق الذي تم خلال مجرى الحديث. وقد أجمع الفقهاء على أن العقد يتم وينعقد بين الغائبين كمافي ألات الاتصال الحديثة بمجرد إعلان القبول ولايشترط العلم بالقبول بالنسبة للطرف الموجب. لكن إبعادا لكل لبس أو غموض وتمكينا من إثبات العقد وتأكيدا لإبرامه، جرى العرف الحاضر على إرسال العرض أولا ثم إرسال القبول ثم إتمام العقد.

Transaksi Sofware/Aplikasi
المعاملات المالية المعاصرة لوهبة الزحيلي ص 589
آراء علماء العصر في حق الإبداع
للعلماء المعاصرين إتجاهان في حق الإبداع أو الإبتكار. الإتجاه الأول : لبعض العلماء من الحنفية : يرون تأثرا بمذهب متقدمي الحنفية في القول بعدم اعتبار مالية المنافع : أن حق الإبتكار ومنه حق التأليف يجب بذله مجانا ولا تجوز المعاوضة عنه ولايحل المقابل المالي له. إن أصحاب هذا الإتجاه يقولون : لايعد الشىء مالا إلا بتوافر عنصرين فيه وهما : إمكان الحيازة والإحراز وإمكان الإنتفاع به عادة عرفا فلا يعد مالا ما لا يمكن حيازته وإحرازه كالأمور المعنوية كالعلم والصحة والشرف وكذا كل ما لا يمكن الإنتفاع به إما لضرره وفساده كلحم الميتة والطعام المسموم أو الفاسد وإما لتفاهته كحبة حنطة أو قطرة ماء. وهذا يعني أن المال عند هؤلاء يقتصر على ما له صفة مادية محسوسة ، أما المنافع والحقوق : فليست أموالا ، وإنما هي ملك ، لا مال ، لعدم إمكان حيازتها بذاتها ، وإذا وجدت فلا بقاء ولا استمرار لها لأنها معنوية وتنتهي شيئا فشيئا تدريجا إذا لم تستوف المنفعة مع مرور الزمان المتجدد. ويمكن أخذ العوض عن المنفعة إذا ورد العقد عليها ، كعقد الإيجار. وأما الحقوق المجردة كحق الشفعة وحق الحضانة والولاية والوكالة وحق المدعي في تحليف خصمه اليمين وحق المرأة في قسم زوجها لها كما يقسم لضرتها فلا يجوز الإعتياض عنها لأنها حقوق أثبتها الشرع لأصحابها لدفع الضرر عنهم ، وما ثبت لدفع الضرر لايصح الصلح عليه أو التنازل عنه بعوض. =الى ان قال= أما متأخرو الحنفية : فلم يجعلوا إمكان الحيازة والإحراز أو العينية المادية من مقومات المال جاء في ( الدر المنتقى شرح الملتقى ) في تعريف المال: ويطلق المال على القيمة وهي ما يدخل تحت تقويم مقوم من الدراهم والدنانير . وهذا يدل على أن كل ما له قيمة بين الناس وله منفعة هو مال شرعا لأن القيمة المالية تتضمن وتستلزم المنفعة ولا يتعارف الناس تقويم ما ليس له منفعة ولا يجري فيه التعامل. =الى أن قال= الإتجاه الثاني لجمهور الفقهاء من المالكية والشافعية وغيرهم يرون أن حق التأليف وغيره من الحقوق يقبل المعاوضة المالية عنه لما سبق إيراده من الأدلة.

الفقه الإسلامي وأدلته - ج 7 / ص 150
إن مجلس مجمع الفقه الإسلامي المنعقد في دورة مؤتمره الخامس بالكويت من 1 إلى 6 جمادى الأولى 1409 هـ/10 إلى 15 كانون الأول (ديسمبر) 1988م. بعد اطلاعه على البحوث المقدمة من الأعضاء والخبراء في موضوع (الحقوق المعنوية) واستماعه للمناقشات التي دارت حوله. قرر :
أولاً: الاسم التجاري، والعنوان التجاري، والعلامة التجارية، والتأليف والاختراع أو الابتكار هي حقوق خاصة لأصحابها أصبح لها في العرف المعاصر قيمة مالية معتبرة لتمول الناس لها. وهذه الحقوق يعتد بها شرعاً فلا يجوز الاعتداء عليها.
ثانياً: يجوز التصرف في الاسم التجاري أو العنوان التجاري أو العلامة التجارية ونقل أي منها بعوض مالي إذا انتفى الغرر والتدليس والغش باعتبار أن ذلك أصبح حقاً مالياً.
ثالثاً: حقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعاً، ولأصحابها حق التصرف فيها، ولا يجوز الاعتداء عليها.

قرار المؤتمر بالكويت العدد الخامس الجزء الثالث ص : 2581
المصدر: منظمة المؤتمر الإسلامي مجمع الفقه الإسلامي قرارات وتوصيات مجلس مجمع الفقه الإسلامي الدورة الأولى حتى الدورة الثامنة قرار رقم (5)
(السؤال) بعد الاطلاع على البحوث المقدمة من الأعضاء والخبراء في موضوع (الحقوق المعنوية) واستماعه للمناقشات التي دارت حوله 
(الجواب قرر المجلس) أولا الاسم التجاري والعنوان التجاري والعلامة التجارية والتأليف والاختراع أو الابتكار هي حقوق خاصة لأصحابها أصبح لها في العرف المعاصر قيمة مالية معتبرة لتمول الناس لها وهذه الحقوق يعتد بها شرعا فلا يجوز الاعتداء عليها ثانيا يجوز التصرف في الاسم التجاري أو العنوان التجاري أو العلامة التجارية ونقل أي منها بعوض مالي إذا انتفى الغرر والتدليس والغش باعتبار أن ذلك أصبح حقا ماليا ثالثا حقوق التأليف والاختراع أو الابتكار مصونة شرعا ولأصحابها حق التصرف فيها ولا يجوز الاعتداء عليها 
المصدر: مجمع الفقه الإسلامي (الهند) قرار رقم (4
(السؤال) هل يجوز الاعتياض عن الحقوق التي لم تشرع إلا لدفع الضرر عن أصحابها ؟ 
(الجواب) هذا الملتقى المنعقد في من يونيو 1990 م بعد كثير من الدراسة والنقاش في قضية بيع الحقوق اتخذ هذه القرارات 
أ - إن شرط المال في المبيع شرط جوهري 
ب - لم تعين النصوص الشرعية حقيقة المال والمالية تبتنى على أعراف كل عصر وبلد إذا لم تكن الأعراف متعارضة مع الشرع 
ج - لا يجوز الاعتياض عن الحقوق التي لم تشرع أصالة بل لدفع الضرر عن أصحابها كحق الشفعة 
د - الحقوق التي لم تثبت من النصوص الشرعية ولكنها تعلقت بها المنفعة المالية وشاع تداول الاعتياض عنها في الأعراف ولم تكن لمجرد دفع الضرر عن أصحابها ولا تتعارض مع المصالح الشرعية ومقاصدها العامة يجوز الاعتياض عنها 
ه - لا بد من الرجوع إلى دور الإفتاء وأصحاب الفتوى في تعيين أنواع الحقوق الرائجة وتقسيم ما يجوز الاعتياض عنه منها وما لا يجوز عنه

أسنى المطالب  - ج 7 / ص 379
( فَرْعٌ الْكِتَابَةُ بِالْبَيْعِ وَنَحْوِهِ ) عَلَى لَوْحٍ أَوْ وَرَقٍ أَوْ أَرْضٍ أَوْ نَحْوِهَا ( لَا عَلَى الْمَائِعِ وَالْهَوَاءِ إلَى الْغَائِبِ كِنَايَةٌ ) فِي ذَلِكَ فَيَنْعَقِدُ بِهَا مَعَ النِّيَّةِ لِحُصُولِ التَّرَاضِي بِخِلَافِ الْكِتَابَةِ عَلَى الْمَائِعِ وَنَحْوِهِ لِأَنَّهَا لَا تَثْبُتُ وَتَعْبِيرُهُ بِالْمَائِعِ أَعَمُّ مِنْ تَعْبِيرِ أَصْلِهِ بِالْمَاءِ ( فَيُشْتَرَطُ الْقَبُولُ ) مِنْ الْمَكْتُوبَاتِ إلَيْهِ ( حَالَ الِاطِّلَاعِ ) لِيَقْتَرِنَ بِالْإِيجَابِ بِقَدْرِ الْإِمْكَانِ ( فَإِذَا قَبِلَ فَلَهُ الْخِيَارُ ) مَا دَامَ ( فِي مَجْلِسِ قَبُولِهِ ) وَيَثْبُتُ ( الْخِيَارُ لِلْكَاتِبِ ) مُمْتَدًّا ( إلَى أَنْ يَنْقَطِعَ خِيَارُ صَاحِبِهِ ) حَتَّى لَوْ عَلِمَ أَنَّهُ رَجَعَ عَنْ الْإِيجَابِ قَبْلَ مُفَارَقَةِ الْمَكْتُوبِ إلَيْهِ مَجْلِسِهِ صَحَّ رُجُوعُهُ وَلَمْ يَنْعَقِدْ الْبَيْعُ ( وَإِنْ كَتَبَ بِذَلِكَ لِحَاضِرٍ فَفِي الصِّحَّةِ تَرَدُّدٌ ) أَيْ وَجْهَانِ رَجَّحَ مِنْهُمَا السُّبْكِيُّ وَالزَّرْكَشِيُّ الصِّحَّةَ ( وَلَوْ بَاعَ مِنْ غَائِبٍ ) كَأَنْ قَالَ بِعْت دَارِي لِفُلَانٍ وَهُوَ غَائِبٌ ( فَقَبِلَ حِينَ بَلَغَهُ الْخَبَرُ ) مِمَّنْ أَرْسَلَهُ إلَيْهِ الْبَائِعُ أَوْ مِنْ غَيْرِهِ ( صَحَّ ) كَمَا لَوْ كَاتَبَهُ بَلْ أَوْلَى لِأَنَّ اللَّفْظَ أَقْوَى مِنْ الْكَتْبِ.

Beberapa akad kumpul
فقه المعاملات المالية المقارن ص21
اجتماع العقود:
1- لامانع شرعا من الجميع بين عقدين في صفقة واحدة سواء أكانا من عقود المعاوضات أم من عقود التبرعات لعموم الأدلة الدالة على الأمر بالوفاء بالشروط والعقود. ويستثنى من ذلك مايأتي: اجتماع عقدين على نحو يؤدي إلى الربا، أوشبهته مثل اجتماع عقد القرض مع أي عقد أخر لورود النهي عن بيع وسلف ولأنه يؤدي إلى الربا. واجتماع بيع مؤجل مع بيع معجل في صفقة واحدة.
2- الشروط الصحيحة مهما كثرت مقبولة شرعا.
3- إذاوجد شرط فاسد مع شروط صحيحة فإن فساده لايؤثر على صحة العقد بل ينحصر الفساد فيه غير أنه إذا اجتمع شرطان فاسدان أو أكثر في عقد واحد فإن العقد يصبح فاسدا.
وفي الغالب يكون الشرط الفاسد متصلا بالثمن بأن كان خمرا أو ميتة أو محرما.
اجتماع العقود المتعددة في عقد واحد:
يجوز اجتماع العقود المتعددة في عقد واحد، سواء أكانت هذه العقود متفقة الأحكام أم مختلفة الأحكام، طالما استوفى كل عقد منها أركانه وشرائطه الشرعية، وسواء أكانت هذه العقود من العقود الجائزة أم من العقود اللازمة أم منهما معا، وذلك بشرط:
1- ألا يكون الشرع قدنهى عن هذا الإجتماع.
2- وألا يترتب على اجتماعها توسل (توصل) إلى ماهو محرم شرعا.

Syarat-syarat ketika transaksi
الحاوى الكبير  ـ  الماوردى - ج 5 / ص 694
بَابُ الْبَيْعِ الْفَاسِدِ
مَسْأَلَةٌ : قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى : " إِذَا اشْتَرَى جَارِيَةً عَلَى أَنْ لَا يَبِيعَهَا أَوْ عَلَى أَنْ لَا خَسَارَةَ عَلَيْهِ مِنْ ثَمَنِهَا فَالْبَيْعُ فَاسِدٌ " . قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ : اعْلَمْ أَنَّ الشَّرْطَ فِي الْبَيْعِ إِنَّمَا يُؤَثِّرُ إِذَا اقْتَرَنَ بِالْعَقْدِ ، فَأَمَّا إِنْ تَقَدَّمَهُ فَلَا تَأْثِيرَ لَهُ : لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ شَرْطًا وَإِنَّمَا يَكُونُ وَعْدًا أَوْ خَبَرًا . وَالشُّرُوطُ الْمُقْتَرِنَةُ بِالْعَقْدِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ : أَحَدُهَا : مَا كَانَ مِنْ مُقْتَضَى الْعَقْدِ وَوَاجِبَاتِهِ ، كَاشْتِرَاطِ تَعْجِيلِ الثَّمَنِ وَسَلَامَةِ الْمَبِيعِ وَضَمَانِ الدَّرْكِ ؛ فَهَذِهِ الشُّرُوطُ وَاجِبَةٌ بِالْعَقْدِ وَاشْتِرَاطُهَا تَأْكِيدٌ فِيهِ ، وَالْعَقْدُ لَازِمٌ بِهَا . وَالْقِسْمُ الثَّانِي : مَا كَانَ مِنْ مَصْلَحَةِ الْعَقْدِ وَمُبَاحَاتِهِ كَاشْتِرَاطِ الرَّهْنِ وَالضَّمِينِ وَتَأْجِيلِ الثَّمَنِ وَخِيَارِ الثَّلَاثِ ، فَهَذَا وَمَا شَاكَلَهُ لَازِمٌ بِالشَّرْطِ دُونَ الْعَقْدِ : لِأَنَّ إِطْلَاقَ الْعَقْدِ لَا يَقْتَضِيهِ وَاشْتِرَاطَهُ فِي الْعَقْدِ لَا يُنَافِيهِ . وَالْقِسْمُ الثَّالِثُ : مَا كَانَ مِنْ مَوَانِعِ الْعَقْدِ وَمَحْظُورَاتِهِ في البيع . وَهُوَ : كُلُّ شَرْطٍ مَنَعَ الْمُشْتَرِيَ مِنْ وَاجِبٍ ، أَوْ أَلْزَمَ الْبَائِعَ مَا لَيْسَ بِوَاجِبٍ ، فَالَّذِي مَنَعَ الْمُشْتَرِيَ مِنْ وَاجِبٍ : أَنْ يَقُولَ بِعْتُكَ هَذِهِ الْجَارِيَةَ عَلَى أَنْ لَا تَبِيعَهَا وَلَا تَطَأَهَا ، أَوْ بِعْتُكَ هَذِهِ الدَّارَ عَلَى أَنْ لَا تَسْكُنَهَا وَلَا تُؤَاجِرَهَا ، أَوْ بِعْتُكَ هَذِهِ الدَّابَّةَ عَلَى أَنَّنِي أَرْكَبُهَا دُونَكَ ، أَوْ بِعْتُكَ هَذِهِ الْمَاشِيَةَ عَلَى أَنَّ نِتَاجَهَا وَلَبَنَهَا لِي دُونَكَ ، أَوْ بِعْتُكَ هَذِهِ الْأَرْضَ عَلَى أَنَّنِي أَزْرَعُهَا سَنَةً . وَأَمَّا الَّذِي أَلْزَمَ الْبَائِعَ مَا لَيْسَ بِوَاجِبٍ . فَهُوَ أَنْ يَقُولَ قَدْ بِعْتُكَ هَذِهِ الْجَارِيَةَ عَلَى أَنْ لَا خَسَارَةَ عَلَيْكَ فِي ثَمَنِهَا ، أَوْ عَلَى أَنَّنِي ضَامِنٌ لَكَ مِائَةَ دِرْهَمٍ مِنْ رِبْحِهَا ، أَوْ بِعْتُكَ هَذَا النَّخْلَ عَلَى أَنَّنِي كَفِيلٌ بِمِائَةِ وَسَقٍ مِنْ ثَمَرِهَا ، أَوْ بِعْتُكَ هَذِهِ الْأَرْضَ عَلَى أَنَّنِي قَيِّمٌ لِعِمَارَتِهَا وَزِرَاعَتِهَا . فَهَذَانِ الضَّرْبَانِ وَمَا شَاكَلَهُمَا مِنَ الشُّرُوطِ بَاطِلَةٌ ، وَالْعَقْدُ بِاشْتِرَاطِهَا فِيهِ بَاطِلٌ ، وَبِهِ قَالَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ . وَذَهَبَ ابْنُ سِيرِينَ ، وَحَمَّادُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ ، إِلَى أَنَّهَا شُرُوطٌ لَازِمَةٌ وَالْعَقْدُ مَعَهَا ثَابِتٌ . وَذَهَبَ الْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ ، وَابْنُ أَبِي لَيْلَى ، وَالنَّخَعِيُّ ، وَأَبُو ثَوْرٍ إِلَى صِحَّةِ الْبَيْعِ وَبُطْلَانِ الشَّرْطِ . وَقَالَ إِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ : إِنْ كَانَ شَرْطًا وَاحِدًا صَحَّ الْعَقْدُ وَلَزِمَهُ الشَّرْطُ ، وَإِنْ كَانَ أَكْثَرَ مِنْ شَرْطٍ بَطَلَ الْبَيْعُ . وَقَالَ مَالِكٌ : إِنْ كَانَ شَرْطُ الْبَائِعِ مِنْ مَنَافِعِ الْمَبِيعِ يَسِيرًا ، كَسُكْنَى يَوْمَيْنِ أَوْ ثَلَاثَةٍ صَحَّ الْبَيْعُ وَالشَّرْطُ ، وَإِنْ كَثُرَ بَطَلَ الْبَيْعُ وَالشَّرْطُ .=إلى أن قال= وَالْقِسْمُ الرَّابِعُ : مَا كَانَ مُخْتَلَفًا فِيهِ : وَهُوَ بَيْعُ الْعَبِيدِ وَالْإِمَاءِ بِشَرْطِ الْعِتْق  ففي صحة البيع والشروط ثلاثة أقاويل: إلخ

ﺍﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﺍﻫﺐ ﺍﻻﺭﺑﻌﺔ 2/228
‏ﺍﻟﺤﺎﻟﺔ ﺍﻟﺨﺎﻣﺴﺔ : ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﺸﺮﻁ ﻣﻤﺎ ﻻﻳﻘﺘﻀﻴﻪ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ  ﻟﻤﺼﻠﺤﺘﻪ ﻭﻟﻴﺲ ﺷﺮﻃﺎ ﻓﻰ ﺻﺤﺘﻪ ﺍﻭ ﻛﺎﻥ ﻟﻐﻮﺍ ، ﻭﺫﻟﻚ ﻫﻮ ﺍﻟﺸﺮﻁ ﺍﻟﻔﺎﺳﺪ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﻀﺮ  ﺑﺎﻟﻌﻘﺪ ، ﻛﻤﺎ ﺍﺫﺍ ﻗﺎﻝ ﻟﻪ ﺑﻌﺘﻚ ﺑﺴﺘﺎﻧﺎ ﻫﺬﺍ ﺑﺸﺮﻁ ﺍﻥ ﺗﺒﻴﻌﻨﻰ ﺩﺍﺭﻙ ، ﺍﻭ ﺗﻘﺮﺿﻨﻰ  ﻛﺬﺍ ، ﺍﻭ ﺗﻌﻄﻴﻨﻰ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻣﺎﻟﻴﺔ . ﻭﺍﻧﻤﺎ ﻳﺒﻄﻞ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﺑﺸﺮﻁ ﺫﻟﻚ ﺍﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺸﺮﻁ ﻓﻰ  ﺻﻠﺐ ﺍﻟﻌﻘﺪ ، ﺃﻣﺎ ﺍﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻗﺒﻠﻪ ﻭﻟﻮ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﻓﺈﻧﻪ ﻳﺼﺢ ﺇﻫـ

Akad Ju’alah
إعانة الطالبين - ج 3 / ص 146
(تتمة) في بيان أحكام الجعالة التي تركها المؤلف وكان حقه أن يذكرها تبعا لغيره من الفقهاء، واختلفوا في موضع ذكرها، فمنهم من ذكرها عقب الاجارة، كالغزالي، وصاحب التنبيه، وتبعهم في الروضة لاشتراكهما في غالب الاحكام، إذ الجعالة لا تخالف الاجارة إلا في خمسة أحكام، أحدها صحتها على عمل مجهول عسر علمه، كرد الضالة والآبق، فإن لم يعسر علمه، اعتبر ضبطه، كما سيأتي، إذ لا حاجة إلى احتمال الجهل حينئذ. ثانيها: صحتها مع غير معين، كأن يقول من رد ضالتي فله علي كذا. ثالثها: كونها جائزة من الطرفين، طرف الجاعل، وطرف العامل. رابعها: العامل لا يستحق الجعالة إلا بعد تمام العمل. خامسها: عدم اشتراط القبول، ومنهم من ذكرها عقب اللقطة، وهم الجمهور، وتبعهم النووي في منهاجه، نظرا إلى ما فيها من التقاط الضالة، وهي بتثليث الجيم لغة، ما يجعل للانسان على فعل شئ، سواء كان بعقد، أو بغيره، وشرعا التزام عوض معلوم على عمل معين أو مجهول عسر علمه، وأركانها إجمالا أربعة، وكلها قد تضمنها التعريف المذكور، الركن الاول: العاقد، وهو الملتزم للعوض، ولو غير المالك، والعامل، وشرط في الاول، اختيار، وإطلاق تصرف، فلا تصح التزام مكره، وصبي، ومجنون، ومحجور سفه، وفي الثاني: ولو كان غير معين، علمه بالالتزام، فلو قال إن رد آبقي زيد فله كذا، فرده غير عالم بذلك، لم يستحق شيئا، والمثال الاول للمعين، والثاني لغيره، وشرط فيه أيضا، إذا كان معينا، أهلية العمل، فيصح ممن هو أهل له، ولو عبدا، وصبيا، ومجنونا، ومحجور سفه، بخلاف صغير لا يقدر على العمل، لان منفعته معدومة، فالجعالة معه كاستئجار أعمى للحفظ، وهو لا يصح، فكذلك هذا الركن الثاني: الصيغة، وهي من طرف الجاعل، لا العامل، فلا يشترط قبول منه لفظا، بل يكفي العمل منه، وشرط فيها عدم التأقيت، لان التأقيت قد يفوت الغرض، الركن الثالث، الجعل وشرط فيه ما شرط في الثمن، فما لا يصح ثمنا لكونه مجهولا أو نجسا، لا يصح جعله جعلا، ويستحق العامل أجرة المثل في المجهول والنجس المقصود، كخمر، وجلد ميتة، فإن لم يكن مقصودا، كدم، فلا شئ له. الركن الرابع: العمل وشرط فيه كلفة، وعدم تعينه، فلا جعل فيما لا كلفة فيه، كأن قال من دلني على مالي فله كذا، فدله عليه، وهو بيد غيره، ولا كلفة، ولا فيما تعين، كأن قال من رد مالي فله كذا، فرده من تعين عليه الرد لنحو غصب، لان ما لا كلفة فيه وما تعين عليه شرعا، لا يقابلان بعوض، ولو حبس ظلما فبذل مالا لمن يخلصه بجاهه أو غيره كعلمه وولايته، جاز، لان عدم التعين صادق بكون العمل فرض كفاية.

ﺍﻟﺒﺠﻴﺮﻣﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺨﻄﻴﺐ 3/223
ﻭَﺷُﺮِﻁَ  ﻓِﻲ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﻟﺮُّﻛْﻦُ ﺍﻟﺮَّﺍﺑِﻊُ ﻛُﻠْﻔَﺔٌ ﻭَﻋَﺪَﻡُ  ﺗَﻌَﻴُّﻨِﻪِ، ﻓَﻠَﺎ ﺟُﻌْﻞَ ﻓِﻴﻤَﺎ ﻟَﺎ ﻛُﻠْﻔَﺔَ ﻓِﻴﻪِ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻴﻤَﺎ  ﺗَﻌَﻴَّﻦَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ

Akad Ijaroh
حاشيتا قليوبي وعميرة الجزء الثالث صــــ352
( وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ لَا يَجِبُ حِبْرٌ وَخَيْطٌ وَكُحْلٌ عَلَى وَرَّاقٍ ) أَيْ نَاسِخٍ ( وَخَيَّاطٍ وَكَحَّالٍ ) فِي اسْتِئْجَارِهِمْ لِلنَّسْخِ وَالْخِيَاطَةِ وَالْكَحْلِ ، وَالثَّانِي يَجِبُ مَا ذُكِرَ لِحَاجَةِ الْفِعْلِ إلَيْهِ كَاللَّبَنِ فِي الْإِرْضَاعِ وَدُفِعَ بِأَنَّ دُخُولَ اللَّبَنِ لِلضَّرُورَةِ ، وَالثَّالِثُ ذَكَرَهُ بِقَوْلِهِ ( قُلْت صَحَّحَ الرَّافِعِيُّ فِي الشَّرْحِ الرُّجُوعَ فِيهِ إلَى الْعَادَةِ ) قَالَ ( فَإِنْ اضْطَرَبَتْ وَجَبَ الْبَيَانُ وَإِلَّا ) أَيْ وَإِنْ لَمْ يُبَيَّنْ ( فَتَبْطُلُ الْإِجَارَةُ وَاَللَّهُ أَعْلَم ) وَعَبَّرَ فِي هَذَا بِالْأَشْبَهِ وَفِي الْأَوَّلِ فِي الْمُحَرَّرِ ، بِالْمَشْهُورِ وَحَكَى فِي الشَّرْحِ الْخِلَافَ طُرُقًا .
قَوْلُهُ : ( وَخَيْطٌ وَكُحْلٌ ) ، وَكَذَا صِبْغُ الصَّبَّاغِ وَطَلْعُ الْمُلَقِّحِ وَإِبْرَةُ الْخَيَّاطِ وَمَرْدُودُ الْكَحَّالِ وَذَرُورُهُ ، وَمَرْهَمُ الْجَرَائِحِيِّ وَصَابُونُ الْغَسَّالِ وَمَاؤُهُ ، وَحَطَبُ الْخَبَّازِ .
قَوْلُهُ : ( الرُّجُوعَ فِيهِ إلَى الْعَادَةِ ) هُوَ الْمُعْتَمَدُ وَمَتَى وَجَبَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ وَدَفَعَهُ لِلْأَجِيرِ فَإِنْ كَانَ نَحْوَ الصِّبْغِ وَالْخَيْطِ وَالْحِبْرِ مَلَكَهُ بِأَخْذِهِ ، وَلَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ ، وَإِنْ كَانَ نَحْوَ اللَّبَنِ وَالْكُحْلِ وَمَاءِ الْأَرْضِ ، فَهُوَ بَاقٍ عَلَى مِلْكِهِ كَذَا فِي عِبَارَةِ بَعْضِهِمْ ، وَالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ إنَّ مَا وَجَبَ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ لَا يَمْلِكُهُ الْأَجِيرُ بِأَخْذِهِ ، فَيَرُدُّ مَا فَضَلَ مِنْهُ مَا لَمْ يُوجَدْ إعْرَاضٌ عَنْهُ ، وَمَا وَجَبَ عَلَى الْأَجِيرِ يَمْلِكُهُ الْمُسْتَأْجِرُ بِوَضْعِهِ فِي مِلْكِهِ أَوْ اسْتِعْمَالِهِ فِيهِ فَلَوْ دَفَعَ لَهُ نَحْوَ كُحْلٍ لَمْ يَمْلِكْهُ إلَّا بِاسْتِعْمَالِهِ مَا لَمْ يَكُنْ إعْرَاضٌ كَمَا مَرَّ فَتَأَمَّلْ .

اعانة الطالبين الجزء الثالث صــــ 135
فلا يصح اكتراء شخص لما لا يتعب ولا مجهول، كأحد العبدين، ولا آبق ومغصوب وأعمى لحفظ، ولا اكتراء لعبادة تجب فيها نية لها، أو لمتعلقها، كالصلوات، وإمامتها، ولا اكتراء بستان لثمره، لان الاعيان لا تملك بعقد الاجارة قصدا، بخلافها تبعا، كما في الاكتراء للارضاع(قوله: لان الاعيان لا تملك بعقد الاجارة قصدا) أي بخلافها تبعا، كما في اكتراء امرأة للارضاع، فإنه يصح لان استيفاء اللبن تابع للمعقود عليه، وبيان ذلك: ان الارضاع هو الحضانة الصغرى، وهي وضعه في الحجر وإلقامه الثدي، وعصره له لتوقفه عليها، فهي المعقود عليه، واللبن تابع إذا بالاجارة موضوعة للمنافع، وإنما الاعيان تتبع للضرورة ويشترط لصحة ذلك تعيين مدة الرضاع، ومحله، من بيته، أو بيت المرضعة، وتعيين الرضيع بالرؤية، أو بالوصف، لاختلاف الاغراض باختلاف حاله، وكما يصح الاستئجار للارضاع الذي هو الحضانة الصغرى، يصح للحضانة الكبرى، ولهما معا والحضانة الكبرى: تربية صبي بما يصلحه، كتعهده بغسل جسده، وثيابه، ودهنه، وكحله، وربطه في المهد، وتحريكه لينام، ونحوها مما يحتاجه.

الوسيط الجزء الرابع صـــ 60- 62 
المنثور الجزء الثالث صـــــــ 229
فتاوي الرملي الجزء الثاني صـــ 274
العزيز شرح الوجيز الجزء السادس صـــ 91
حاشيتان الجزء الثالث صـــ 110

Haram mempraktekkan akad yang batal/tidak sah
ﻏﺎﻳﺔ ﺗﻠﺨﻴﺺ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ 22
‏( ﻣﺴﺌﻠﺔ ‏) ﺗﻌﺎﻃﻰ ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺍﻟﻔﺎﺳﺪﺓ ﺣﺮﺍﻡ ﺍﺫﺍ ﻗﺼﺪ ﺑﻬﺎ ﺗﺤﻘﻴﻖ  ﺣﻜﻢ ﺷﺮﻋﻲ ﻭﻳﺄﺛﻢ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ ﺑﺬﻟﻚ ﻭﻳﻌﺰﺭ ﻻ ﻣﺎ ﺻﺪﺭ ﻋﻨﻪ ﺗﻼﻋﺒﺎ ﺍﻭ ﻟﻢ ﻳﻘﺼﺪ ﺑﻪ ﺗﺤﻘﻴﻖ  ﺣﻜﻢ ﻟﻢ ﻳﺜﺒﺖ ﻣﻘﺘﻀﺎﻩ ﻋﻠﻴﻪ ﺇﻫـ

ﺍﻷﺷﺒﺎﻩ ﻭﺍﻟﻨﻈﺎﺋﺮ 287
‏( ﻭﻋﺒﺎﺭﺗﻪ ‏) : ﺍﻟﻘﺎﻋﺪﺓ ﺍﻟﺨﺎﻣﺴﺔ ﺗﻌﺎﻃﻰ ﺍﻟﻌﻘﻮﺩ ﺍﻟﻔﺎﺳﺪﺓ ﺣﺮﺍﻡ ﻛﻤﺎ ﻳﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﻛﻼﻡ ﺍﻷﺻﺤﺎﺏ ﻓﻰ ﻋﺪﺓ ﻣﻮﺍﺿﻊ ﺇﻫـ

Bonus/komisi itu termasuk janji
اسعاد الرفيق ج 2 ص 82 
( الهداية ) ما نصه (و) منها (الخلف في الوعد ) لمسلم من المسلمين لكن لا مطلقا بل ( اذا وعد وهو يضمر ) اي ينوى بقلبه (الخلف) في وعده او ترك الوفاء به بلا عذر – الى ان قال – فان عزم على الوفاء فعن له عذر منعه منه لم يكن منافقا وان جرى عليه ما هو صورة النفاق . قال عليه وسلم ( اذا وعد الرجل أخاه وفي نيته ان يفي فلم يجد فلا اثم عليه ) ولكن ينبغي ان يحترز من صورته ايضا وولا يجعل نفسه معذورة بلا ضرورة. الى ان قال ثم ان فغمهم مع ذلك الوفاء فلا بد منه الا ان يتعذر. 

بريقة محمودية في شرح طريقة محمدية وشريعة نبوية - ج 3 ص 432
وَعَنْ الْغَزَالِيِّ وَالْخُلْفُ فِي الْوَعْدِ قَبِيحٌ فَإِيَّاكَ وَأَنْ تَعِدَ بِشَيْءٍ إلَّا وَتَفِيَ بِهِ بَلْ يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ إحْسَانُك لِلنَّاسِ فِعْلًا بِلَا قَوْلٍ فَإِنْ اُضْطُرِرْت إلَى الْوَعْدِ فَاحْذَرْ أَنْ تُخْلِفَ إلَّا بِعَجْزٍ أَوْ ضَرُورَةٍ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ أَمَارَاتِ النِّفَاقِ وَخَبَائِثِ الْأَخْلَاقِ ( فَالْوَعْدُ بِنِيَّةِ الْخُلْفِ كَذِبٌ عَمْدٌ حَرَامٌ ) فَالْوَفَاءُ بِهِ وَاجِبٌ كَالْفَسْخِ فِي الْعَقْدِ الْفَاسِدِ وَالتَّوْبَةِ لِلْمُذْنِبِ وَإِذَا وَفَّى ارْتَفَعَ الْإِثْمُ وَإِلَّا يُضَاعَفُ هَذَا إذَا خَلَا عَنْ الْعَوَارِضِ وَالْمَوَانِعِ وَطَبْعُهُ أَنْ يَكُونَ كَذَلِكَ وَإِلَّا فَسَيَأْتِي جَوَازُ الْكَذِبِ فِي ثَلَاثِ صُوَرٍ مَثَلًا .( وَأَمَّا بِنِيَّةِ الْوَفَاءِ فَجَائِزٌ ) بَلْ مَطْلُوبٌ إذَا كَانَ فِيهِ إدْخَالُ سُرُورٍ عَلَى الْمُؤْمِنِ ( ثُمَّ إنَّهُ ) أَيْ الْوَفَاءَ عَلَى تَقْدِيرِ نِيَّتِهِ ( لَا يَجِبُ عِنْدَ أَكْثَرِ الْعُلَمَاءِ رَحِمَهُمْ اللَّهُ تَعَالَى ) وَعِنْدَ غَيْرِ الْأَكْثَرِ وَاجِبٌ كَمَا يَأْتِي ، وَإِنَّمَا لَمْ يَكُنْ وَاجِبًا مَعَ أَنَّهُ كَذِبٌ لِعَدَمِ تَعَمُّدِهِ كَمَا يُشِيرُ إلَيْهِ قَوْلُهُ آنِفًا كَذِبٌ عَمْدٌ فَمَا لَا عَمْدَ فِيهِ لَا وُجُوبَ فِيهِ ( بَلْ يُسْتَحَبُّ فَيَكُونُ خُلْفُهُ ) بِعَدَمِ الْوَفَاءِ ( مَكْرُوهًا تَنْزِيهًا ) وَنُقِلَ عَنْ الْعَيْنِيِّ شَرْحِ الْبُخَارِيِّ وَقَالَ الْعُلَمَاءُ يُسْتَحَبُّ الْوَفَاءُ بِالْهِبَةِ وَغَيْرِهَا اسْتِحْبَابًا مُؤَكَّدًا وَيُكْرَهُ إخْلَافُهُ كَرَاهَةَ تَنْزِيهٍ لَا تَحْرِيمٍ وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُعْقِبَ الْوَعْدَ بِالْمَشِيئَةِ لِيَخْرُجَ عَنْ صُورَةِ الْكَذِبِ وَيُسْتَحَبُّ إخْلَافُ الْوَعِيدِ إذَا كَانَ الْمُتَوَعَّدُ بِهِ لَا يَتَرَتَّبُ عَلَى تَرْكِهِ مَفْسَدَةٌ انْتَهَى وَفِي الْفَتَاوَى الزَّيْنِيَّةِ لِابْنِ نَجِيمٍ عِنْدَ عَدِّ الصَّغَائِرِ وَخُلْفِ الْوَعْدِ قَاصِدًا لَهُ ( بِدَلِيلِ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { إذَا وَعَدَ الرَّجُلُ } ) أَخَاهُ بِمَا يُسَوَّغُ شَرْعًا ( { وَنَوَى أَنْ يَفِيَ } ) لَهُ قِيلَ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ النِّيَّةَ الصَّالِحَةَ يُثَابُ الْإِنْسَانُ عَلَيْهَا ( فَلَمْ يَفِ بِهِ ) قِيلَ لِعُذْرِ مَنْعِهِ ( فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ فَلَا إثْمَ عَلَيْهِ ) لَا يَخْفَى عَلَى هَذَا لَا تَقْرِيبَ ؛ لِأَنَّ عَدَمَ الْإِتْيَانِ إنْ لِعُذْرٍ فَيَنْبَغِي أَنْ لَا يَكُونَ الْإِتْيَانُ مُسْتَحَبًّا وَلَا الْخُلْفُ مَكْرُوهًا بَلْ قَوْلُهُ فَلَا جُنَاحَ فَالظَّاهِرُ أَنَّهُ يَنْفِي الْكَرَاهَةَ مُطْلَقًا نَعَمْ قَدْ يَجْتَمِعُ الْجَوَازُ مَعَ الْكَرَاهَةِ كَمَا تَسْمَعُ كَثِيرًا مِنْ الْفُقَهَاءِ يَقُولُ يَجُوزُ مَعَ الْكَرَاهَةِ وَأَنَّ قَوْلَهُ لَا جُنَاحَ فِي مَعْنَى لَا بَأْسَ.

الزواجر عن اقتراف الكبائر ج 1 ص 399
قال السرخسي الحنفي الغرر ما يكون مستور العاقبة وقال القرافي المالكي أصل الغرر الذي لا يدري هل يحصل أم لا كالطير في الهواء والسمك في الماء وقال الشيرزي الشافعي ما انطوى عنه أمره وخفى عليه عاقبته وفال الإسنوي الشافعي الغرر ما تردد بين شيئين أغلبهما أخوفهما -إلى أن فال-  والخلاصة أن بيع الغرر هو البيع الذي يتضمن خطرا يلحق أحد المتعاقدين فيؤدي إلى ضياع ماله وعرفه الأستاذ الزرقاء فقال هو بيع الأشياء الاحتمالية غير المحققة الوجود أو الحدود لما فيه من مغامرة وتغرير يجعله أشبه بالقمار والغرر الذي يبطل البيع –إلى أن قال– إذا الغرر هو الخطر بمعنى أن وجوده غير متحقق فقد يوجد وقد لا يوجد وبيع الغرر بيع ما لا يعلم وجوده وعدمه أو لا تعلم قلته وكثرته أو لا يقدر على تسليمه.

إحياء علوم الدين ج 1  ص 422
القسم الثاني ما يخص ضرره المعامل. فكل ما يستضر به المعامل فهو ظلم، وإنما العدل لا يضر بأخيه المسلم، والضابط الكلي فيه: أن لا يحب لأخيه إلا ما يحب لنفسه؛ فكل ما لو عومل به شق عليه وثقل على قلبه فينبغي أن لا يعامل غيره به؛ بل ينبغي أن يستوي عنده درهمه ودرهم غيره. قال بعضهم: من باع أخاه بدرهم وليس يصلح له لو اشتراه لنفسه إلا بخمسة دوانق فإنه قد ترك النصح المأمور به في المعاملة ولم يحب لأخيه ما يحب لنفسه، هذه جملته. فأما تفصيله ففي أربعة أمور. أن لا يثني على السلعة بما ليس فيها، وأن لا يكتم من عيوبها وخفايا صفاتها شيئاً أصلاً، وأن لا يكتم في وزنها ومقدارها شيئاً، وأن لا يكتم من سعرها ما لو عرفه المعامل لامتنع عنه: أما الأول، فهو ترك الثناء؛ فإن وصفه للسلعة إن كان بما ليس فيها فهو كذب، فإن قبل المشتري ذلك فهو تلبيس وظلم مع كونه كذباً، وإن لم يقبل فهو كذب وإسقاط مروءة، إذ الكذب الذي لا يروج قد لا يقدح في ظاهر المروءة، وإن أثنى على السلعة بما فيها فهو هذيان وتكام بكلام لا يعنيه. وهو محاسب على كل كلمة تصدر منه أنه لم تكلم بها. قال الله تعالى " ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد " إلا أن يثني على السلعة بما فيها مما لا يعرفه المشتري ما لم يذكره، كما يصفه من حفى أخلاق العبيد والجواري والدواب؛ فلا بأس بذكر القدر الموجود منه من غير مبالغة وإطناب، وليكن قصده منه أن يعرفه أخوه المسلم فيرغب فيه وتنقضي بسببه حاجته، ولا ينبغي أن يحلف عليه البتة؛ فإنه إن كان كاذباً فقد جاء باليمين الغموس وهي من الكبائر التي تذر الديار بلاقع، وإن كان صادقاً فقد جعل الله تعالى عرضة لأيمانه، وقد أساء فيه، إذ الدنيا أخس من أن يقصد ترويجها بذكر اسم الله من غير ضرورة، وفي الخبر " ويل للتاجر من بلى والله ولا والله، وويل للصانع من غد وبعد " وفي الخبر " اليمين الكاذبة منفقة للسلعة ممحقة للبركة " وروى أبو هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال " ثلاثة لا ينظر الله إليهم يوم القيامة. عتل مستكبر، ومنان بعطيته، ومنفق سلعته بيمينه" فإذا كان الثناء على السلعة مع الصدق مكروهاً من حيث إنه فضول لا يزيد في الرزق فلا يخفى التغليظ في أمر اليمين، وقد روي عن يونس بن عبيد وكان خزازاً: أنه طلب منه خز للشراء، فأخرج غلامه سقط الخز ونشره ونظر إليه وقال: اللهم ارزقنا الجنة، فقال لغلامه: رده إلى موضعه ولم يبعه، وخاف أن يكون ذلك تعريضاً بالثناء على السلعة، فمثل هؤلاء الذين اتجروا في الدنيا ولم يضيعوا دينهم في تجاراتهم، بل علموا أن ربح الآخرة أولى بالطلب من ربح الدنيا.

الأذكار النواوية ص 271 دار إحياء الكتب العربية
وقد أجمع العلماء على أن من وعد إنسانا شيئا ليس بمنهى عنه فينبغى أن يفى بوعده وهل ذلك واجب أم مستحب فيه خلاف بينهم ذهب الشافعى وأبو حنيفة والجمهور إلى أنه مستحب فلو تركه فاتته الفضل وارتكب المكروه كراهة تنزيه شديدة ولكن لا يأثم.

Tidk boleh berkumpul akad-akad yang esensinya bertolak belakang
أنوار البروق في أنواع الفروق  - ج 5 / ص 414
( الْفَرْقُ السَّادِسُ وَالْخَمْسُونَ وَالْمِائَةُ بَيْنَ قَاعِدَةِ مَا يَجُوزُ اجْتِمَاعُهُ مَعَ الْبَيْعِ وَقَاعِدَةُ مَا لَا يَجُوزُ اجْتِمَاعُهُ مَعَهُ ) اعْلَمْ أَنَّ الْفُقَهَاءَ جَمَعُوا أَسْمَاءَ الْعُقُودِ الَّتِي لَا يَجُوزُ اجْتِمَاعُهَا مَعَ الْبَيْعِ فِي قَوْلِك جَصَّ مُشْنِقٌ فَالْجِيمُ لِلْجَعَالَةِ وَالصَّادُ لِلصَّرْفِ وَالْمِيمُ لِلْمُسَاقَاةِ وَالشَّيْنُ لِلشَّرِكَةِ وَالنُّونُ لِلنِّكَاحِ وَالْقَافُ لِلْقِرَاضِ وَالسِّرُّ فِي الْفَرْقِ أَنَّ الْعُقُودَ أَسْبَابٌ لِاشْتِمَالِهَا عَلَى تَحْصِيلِ حِكْمَتِهَا فِي مُسَبَّبَاتِهَا بِطَرِيقِ الْمُنَاسَبَةِ وَالشَّيْءُ الْوَاحِدُ بِالِاعْتِبَارِ الْوَاحِدِ لَا يُنَاسِبُ الْمُتَضَادَّيْنِ فَكُلُّ عَقْدَيْنِ بَيْنَهُمَا تَضَادٌّ لَا يَجْمَعُهُمَا عَقْدٌ وَاحِدٌ فَلِذَلِكَ اخْتَصَّتْ الْعُقُودُ الَّتِي لَا يَجُوزُ أَجْتِمَاعُهَا مَعَ الْبَيْعِ كَالْإِجَارَةِ بِخِلَافِ الْجَعَالَةِ لِلُّزُومِ الْجَهَالَةِ فِي عَمَلِ الْجَعَالَةِ وَذَلِكَ يُنَافِي الْبَيْعَ وَالْإِجَازَةُ مَبْنِيَّةٌ عَلَى نَفْيِ الْغَرَرِ وَالْجَهَالَةِ لَهُ وَذَلِكَ مُوَفَّقٌ لِلْبَيْعِ وَلَا يَجْتَمِعُ النِّكَاحُ وَالْبَيْعُ لِتَضَادِّهِمَا فِي الْمُكَايَسَةِ فِي الْعِوَضِ الْمُعَوَّضِ بِالْمُسَامَحَةِ فِي النِّكَاحِ وَالْمُشَاحَّةِ فِي الْبَيْعِ فَحَصَلَ التَّضَادُّ ، وَالصَّرْفُ مَبْنِيٌّ عَلَى التَّشْدِيدِ وَامْتِنَاعِ الْخِيَارِ وَالتَّأْخِيرِ وَأُمُورٍ كَثِيرَةٍ لَا تُشْتَرَطُ فِي الْبَيْعِ فَضَادَّ الْبَيْعُ الصَّرْفَ وَالْمُسَاقَاةَ وَالْقِرَاضُ فِيهِمَا الْغَرَرُ وَالْجَهَالَةُ كَالْجَعَالَةِ وَذَلِكَ مُضَادٌّ لِلْبَيْعِ وَالشَّرِكَةُ فِيهَا صَرْفُ أَحَدِ النَّقْدَيْنِ بِالْآخَرِ مِنْ غَيْرِ قَبْضٍ فَهُوَ صَرْفٌ غَيْرُ نَاجِزٍ وَفِي الشَّرِكَةِ مُخَالَفَةُ الْأَصْلِ وَالْبَيْعُ عَلَى وَفْقِ الْأُصُولِ فَهُمَا مُتَضَادَّانِ وَمَا لَا تَضَادَّ فِيهِ يَجُوزُ جَمْعُهُ مَعَ الْبَيْعِ فَهَذَا وَجْهُ الْفَرْقِ .

أنوار البروق في أنواع الفروق  - ج 6 / ص 153-155
وَالتَّعْلِيقُ عَدَمِيٌّ مِنْ بَابِ النِّسَبِ وَالْإِضَافَاتِ الَّتِي لَا وُجُودَ لَهَا فِي الْأَعْيَانِ ، بَلْ فِي الْأَذْهَانِ فَهِيَ أَمْرٌ يَفْرِضُهُ الْعَقْلُ كَسَائِرِ النِّسَبِ وَالْإِضَافَاتِ كَالْأُبُوَّةِ وَالْبُنُوَّةِ وَالتَّقَدُّمِ وَالتَّأَخُّرِ وَغَيْرِ ذَلِكَ وَلِأَجْلِ ذَلِكَ لَنَا أَنْ نُغَيِّرَ عِبَارَةَ الْحَدِّ فَنَقُولَ إنَّ الْمِلْكَ إبَاحَةٌ شَرْعِيَّةٌ فِي عَيْنٍ أَوْ مَنْفَعَةٍ تَقْتَضِي تَمَكُّنَ صَاحِبِهَا مِنْ الِانْتِفَاعِ بِتِلْكَ الْعَيْنِ أَوْ الْمَنْفَعَةِ أَوْ أَخْذَ الْعِوَضِ عَنْهُمَا مِنْ حَيْثُ هِيَ كَذَلِكَ وَيَسْتَقِيمُ الْحَدُّ بِهَذَا اللَّفْظِ أَيْضًا وَيَكُونُ الْمِلْكُ مِنْ خِطَابِ التَّكْلِيفِ ؛ لِأَنَّ الِاصْطِلَاحَ أَنَّ خِطَابَ التَّكْلِيفِ هُوَ الْأَحْكَامُ الْخَمْسَةُ الْمَشْهُورَةُ وَخِطَابُ الْوَضْعِ هُوَ نَصْبُ الْأَسْبَابِ وَالشُّرُوطِ وَالْمَوَانِعِ وَالتَّقَادِيرِ الشَّرْعِيَّةِ ، وَلَيْسَ هَذَا مِنْهَا ، بَلْ هُوَ إبَاحَةٌ خَاصَّةٌ وَمِنْهُمْ مَنْ قَالَ إنَّهُ مِنْ خِطَابِ الْوَضْعِ وَهُوَ بَعِيدٌ 
( فَإِنْ قُلْت ) الْمِلْكُ سَبَبُ الِانْتِفَاعِ ، فَيَكُونُ سَبَبًا ، فَيَكُونُ مِنْ بَابِ خِطَابِ الْوَضْعِ قُلْت وَكَذَلِكَ كُلُّ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ سَبَبٌ لِمُسَبَّبَاتٍ تَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ مِنْ مَثُوبَاتٍ وَتَعْزِيرَاتٍ وَمُؤَاخَذَاتٍ وَكَفَّارَاتٍ وَغَيْرِهَا أَوْ لَيْسَ الْمُرَادُ بِخِطَابِ الْوَضْعِ مُطْلَقُ التَّرَتُّبِ ، بَلْ نَقُولُ الزَّوَالُ سَبَبٌ لِوُجُوبِ الظُّهْرِ ، وَوُجُوبُ الظُّهْرِ سَبَبٌ لَأَنْ يَكُونَ فِعْلُهُ سَبَبَ الثَّوَابِ وَتَرْكُهُ سَبَبَ الْعِقَابِ وَوُجُوبُهُ سَبَبٌ لِتَقْدِيمِهِ عَلَى غَيْرِهِ مِنْ الْمَنْدُوبَاتِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا تَرَتَّبَ عَلَى الْوُجُوبِ مَعَ أَنَّهُ لَا يُسَمَّى سَبَبًا وَلَا يُقَالُ إنَّهُ مِنْ خِطَابِ الْوَضْعِ ، بَلْ الضَّابِطُ لِلْبَابَيْنِ أَنَّ الْخِطَابَ مَتَى كَانَ مُتَعَلِّقًا بِفِعْلٍ مُكَلَّفٍ عَلَى وَجْهِ الِاقْتِضَاءِ أَوْ التَّخْيِيرِ فَهُوَ مِنْ خِطَابِ التَّكْلِيفِ وَمَتَى لَمْ يَكُنْ كَذَلِكَ وَهُوَ مِنْ أَحَدِ الْأُمُورِ الْمُتَقَدِّمَةِ فَهُوَ خِطَابُ الْوَضْعِ ، وَقَدْ يَجْتَمِعُ خِطَابُ الْوَضْعِ وَخِطَابُ التَّكْلِيفِ ، وَقَدْ تَقَدَّمَ بَسْطُ ذَلِكَ فِيمَا تَقَدَّمَ مِنْ الْفُرُوقِ .
( فَإِنْ قُلْت ) الْمِلْكُ حَيْثُ وُجِدَ هَلْ يُتَصَوَّرُ فِي الْجَوَاهِرِ وَالْأَجْسَامِ أَمْ لَا يُتَصَوَّرُ إلَّا فِي الْمَنَافِعِ خَاصَّةً .
( قُلْت ) قَالَ الْمَازِرِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ فِي شَرْحِ التَّلْقِينِ قَوْلُ الْفُقَهَاءِ الْمِلْكُ فِي الْمَبِيعِ يَحْصُلُ فِي الْأَعْيَانِ وَفِي الْإِجَارَاتِ يَحْصُلُ فِي الْمَنَافِعِ لَيْسَ عَلَى ظَاهِرِهِ ، بَلْ الْأَعْيَانُ لَا يَمْلِكُهَا إلَّا اللَّهُ تَعَالَى ؛ لِأَنَّ الْمِلْكَ هُوَ التَّصَرُّفُ وَلَا يَتَصَرَّفُ فِي الْأَعْيَانِ إلَّا اللَّهُ تَعَالَى بِالْإِيجَادِ وَالْإِعْدَامِ وَالْأَمَانَةِ وَالْإِحْيَاءِ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَتَصَرُّفُ الْخَلْقِ إنَّمَا هُوَ فِي الْمَنَافِعِ فَقَطْ بِأَفْعَالِهِمْ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْمُحَاوَلَاتِ وَالْحَرَكَاتِ وَالسَّكَنَاتِ قَالَ وَتَحْقِيقُ الْمِلْكِ أَنَّهُ إنْ وَرَدَ عَلَى الْمَنَافِعِ مَعَ رَدِّ الْعَيْنِ فَهُوَ الْإِجَارَةُ وَفُرُوعُهَا مِنْ الْمُسَاقَاةِ وَالْمُجَاعَلَةِ وَالْقِرَاضِ وَنَحْوِ ذَلِكَ وَإِنْ وَرَدَ عَلَى الْمَنَافِعِ مَعَ أَنَّهُ لَا يَرِدُ الْعَيْنُ ، بَلْ يَبْذُلُهَا لِغَيْرِهِ بِعِوَضٍ أَوْ بِغَيْرِ عِوَضٍ فَهُوَ الْبَيْعُ وَالْهِبَةُ وَالْعَقْدُ فِي الْجَمِيعِ إنَّمَا يَتَنَاوَلُ الْمَنْفَعَةَ فَقَدْ ظَهَرَ بِهَذِهِ الْمَبَاحِثِ وَهَذِهِ الْأَسْئِلَةُ حَقِيقَةُ الْمِلْكِ وَالْفَرْقُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّصَرُّفَاتِ وَمَا يُتَوَهَّمُ الْتِبَاسُهُ بِهِ .

حاشيتا قليوبي - وعميرة - ج 9 / ص 427
( وَيَتَصَرَّفُ كُلُّ وَاحِدٍ ) مِنْ الْمُلَّاكِ ( فِي مِلْكِهِ عَلَى الْعَادَةِ ) وَلَا ضَمَانَ عَلَيْهِ إنْ أَفْضَى إلَى تَلَفٍ ( فَإِنْ تَعَدَّى ) الْعَادَةَ ( ضَمِنَ ) مَا تَعَدَّى فِيهِ ( وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ يَجُوزُ أَنْ ) ( يَتَّخِذُ دَارِهِ الْمَحْفُوفَةَ بِمَسَاكِنَ حَمَّامًا وَإِصْطَبْلًا ) وَطَاحُونَةً ( وَحَانُوتُهُ فِي الْبَزَّازِينَ حَانُوتُ حَدَّادٍ ) أَوْ قَصَّارٍ ( إذَا احْتَاطَ وَأَحْكَمَ الْجُدْرَانَ ) بِمَا يَلِيقُ بِمَقْصُودِهِ ، وَالثَّانِي يَمْتَنِعُ ذَلِكَ لِمَا فِيهِ مِنْ الضَّرَرِ وَعُورِضَ بِأَنَّ فِي مَنْعِهِ إضْرَارًا بِهِ.


الفقه الإسلامي وأدلته - (ج 5 / ص 192-194)
البيوع الباطلة لدى الشافعية :
هي كثيرة، أهمها واحد وثلاثون وهي:
1 - بيع ما لم يقبض إلا في ميراث وموصى به ورزق سلطان عيِّن لمستحق في بيت المال قدر حصته أو أقل، وغنيمة، ووقف، وموهوب استرجع، وصيد في شبكة ونحوها، ومُسْلَم فيه،ومكترى ومشترك ومال قراض، ومرهون بعد انفكاكه.
2 - بيع ما عَجَز عن تسليمه حالاً، كالطير في الهواء، إلا في ستة أشياء وهي: إجارة، وسَلَم، وغلة كثيرة لا يمكن كيلها إلا في زمن طويل، ومغصوب أو آبق لقادر عليه، وعَيْن من منقول أو عقار ببلد آخر و نحوه، فيصح البيع في كل منها وإن عجز عن تسليمه في الحال؛ لأن المشتري يصل إلى غرضه فيها.
3 - بيع حَبَل الحَبَلة: كأن يقول: إذا نُتجت هذه الناقة، ثم نتجت التي في بطنها فقد بعتك ولدها، أو بأن يشتري شيئاً بثمن مؤجل بنتاج ناقة معيَّنة، ثم نتاج ما في بطنها.
4 - بيع المضامين: وهي ما في أصلاب الفحول.
5 - وبيع الملاقيح: وهي ما في بطون الإناث.
6 - بيع بشرط إلا بشرط رَهْن أو كفيل أو إشهاد أو خيار، أو أجل، أو إعتاق، أو براءة من العيوب، فيبرأ عن عيب باطن بالحيوان لم يعلمه، أو نقل المبيع من مكان البائع أو قطع الثمار، أو تبقيتها بعد الصلاح، أو بشرط وصف يُقصد ككون الآلة الكاتبة تكتب بلغات معينة، أو بشرط ألا يُسَلِّم البائع المبيع حتى يستوفي ثمنه في الحال، أو بشرط الرد بعيب.
7 - بيع الملامسة: كأن يلمس ثوباً مطوياً أو في ظلمة، ثم يشتريه على ألا خيار له إذا رآه، اكتفاءً بلمسه عن رؤيته.
8 - بيع المنابذة: بإن ينبُذ كل منهما ثوبه على أن أحدهما بالآخر، ولا خيار إذا عَرَفا الطول والعرض، أو بأن ينبذه إليه بثمن معلوم.
9 - بيع المحاقلة: وهو بيع البر في سنبله.
10 - بيع ما لم يُمْلَك إلا في سَلَم، وإجارة وربا واقعين على ما في الذمة، فيصح كل منهما، وإن كانت المنفعة والمسلم فيه والمبيع غير مملوكة حالة العقد، فيصح بيع المسلم فيه، كقدر من البر صفته كذا، وثوب صفته كذا، وإن لم يكن عند المسلم إلىه شيء من البر أو الثياب حال العقد. ويصح إجارة شيء في ا لذمة، كأن أجره دابة في ذمته ليركب عليها إلى مكة مثلاً أول شهر كذا، ولم يكن في ملكه وقت العقد شيء من نوع الدابة ولاجنسها، وبحصلها بعد ذلك. ويصح مبايعة مال ربوي في الذمة بمال آخر في الذمة، كأن يبيع شخص لآخر صاع بُرّ مثلاً بصاع آخر في ذمته، ولم يكن واحد منهما مالكاً له حال العقد، ثم قبل تفرقهما من المجلس يحصلان ذلك بقرض أو اتهاب أو نحوهما، ويتقابضان قبل التفرق. والدليل على بطلان بيع غير المملوك خبر: «لا طلاق إلا فيما تملك، ولا عتق إلا فيما تملك، ولا بيع إلا فيما تملك» وبناء عليه قالوا: بيع الفضولي باطل.
11 - بيع لحم بحيوان ولو غير مأكول، كبيع لحم بقر ببقر أو بشاة، أو بحمار للنهي في خبر الترمذي.
12 - بيع شاة لبون بمثلها. وكذا بيع كل حيوان مأكول أو فيه بيض بمثله، لجهالة ما يقابل اللبن ونحوه من الثمن، فهو كبيع درهم وثوب بدرهم وثوب.
13 - بيع الحصاة: كأن يبيعه من هذه الأثواب ما تقع عليه الحصاة.
14 - بيع الماء الجاري أو النابع وحده ولو مدة معلومة؛ لأنه غير مملوك وللجهل بقدره؛ لأنه يزيد شيئاً فشيئاً ويختلط المبيع بغيره، فيتعذر التسليم. فإن باعه بشرط أخذه الآن صح. فإن كان راكداً، جاز بيعه، بشرط تقديره بكيل أو وزن أو مسح بالأذرع.
15 - بيع الثمرة قبل بدو الصلاح بغير شرط القطع، أي بشرط الإبقاء أو مطلقاً للنهي عن بيعها قبل الصلاح، أما بيعها بشرط القطع قبل الصلاح أو بغيره بعده فجائز. فإن باع نخلاً وعليه ثمرة مؤبرة، فهي للبائع، أو غير مؤبرة فللمشتري.
16، 17 - بيع رُطب بمثله أو بتمر، أو بيع عنب بمثله أو بزبيب، للجهل الآن بالمماثلة وقت الجفاف، لأنه «صلّى الله عليه وسلم سئل عن بيع الرطب بالتمر، فقال: أينقص الرطب إذا جف؟ فقالوا: نعم، فقال: فلا إذن» . لكن يجوز البيع للحاجة فيما دون خمسة أوسق .
18، 19 - بيع بُرّ بمثله أو بجاف، متفاضلين إن اتحد الجنس، للجهل بالمماثلة ولتحقق الربا.
20، 21، 22 - بيع لحم طري بمثله، أو بقديد، وبيع يابس بمثله متفاضلين إن اتحد الجنس، لتحقق الربا، مثل بيع لحم بقر بمثله متفاضلين. ويلاحظ أن أنواع اللحوم والألبان والأدهان والسمك والخلول وأنواع الخبز أجناس مختلفة كأصولها، فيجوز بيع جنس منها بآخر متفاضلين، فيجوز بيع لحم بقر بلحم ضأن متفاضلين.
23 - بيع نجس ككلب للنهي عن ثمنه، وكخنزير.
24، 25 ، 26 - بيع حر وأم ولد ومكاتب.
27 - بيع حشرات كعقارب وفئران،إذ لا نفع فيها يقابل بالمال.
28 - بيع عَسْب الفحل: وهو أجر ضرابه، للنهي عنه في خبر البخاري.
29 - بيع عبد مسلم من كافر، لما في ملكه له من الإهانة.
30 - بيع الغرر كمسك في صوانه، وصوف على ضهر غنم، للجهل بقدر المبيع.
31 - بيع العرايا: وهو بيع الرطب على الشجر بتمر، أو العنب على الشجر بزبيب على الأرض في خمسة أوسق فأكثر، ويجوز فيما دونها بعد بدو الصلاح؛ لأنه صلّى الله عليه وسلم رخص في ذلك في الرطب، وقيس به العنب؛ لأن كلاً منهما ربوي، وذلك إن خرص ماعلى الشجر وكيل الآخر، لا إن وزن أحدهما وخرص الآخر.

Post a Comment for "PayTren Multi Level Marketing"